Sabtu, 04 April 2020

Covid 19 spill over ke Krisis Ekonomi? Mungkinkah? (part 1)

Semua berduka. Semua was-was. Yang awalnya hanya China, keganasan virus Covid 19 kini sudah bisa dirasakan siapa saja. Termasuk kita sebagai warga Indonesia. Dan mimpi buruk itupun akhirnya datang juga dengan tiba-tiba seperti perampok. Tidak ada satupun yang siap menghadapinya, termasuk pemerintah kita. Usulan untuk lockdown pun sering diusulkan kepada pemerintah. Namun tentunya untuk melakukan lockdown tidak semudah yang kita ucapkan. Pemerintah perlu mempersiapkan banyak hal untuk dapat menerapkan lockdown secara maksimal. 

Beberapa waktu lalu, pemerintah juga telah menyatakan mengenai strategi yang akan dilakukan untuk mencegah penyebaran virus Covid 19 yaitu dengan melakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Meskipun sudah disahkan pada awal bulan April, namun sampai saat ini realisasi penerapannya masih terbilang masih jauh dari yang diharapkan. Beberapa ahli pun berpendapat bahwa pemerintah pusat perlu mengoreksi kebijakan tersebut dan lebih tegas dalam menghadapi pandemi Covid 19 ini.





Kondisi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Semua sektor terkena imbas penyebaran Covid 19 yang dinilai sangat cepat. Dari sektor riil sampai sektor non riil, semua terkena imbasnya. Beberapa sektor seperti pariwisata dan perdagangan terus mengalami penurunan yang signifikan karena terinfeksi virus corona. Penurunan ini tentu menjadi dilema bagi pelaku bisnis didalamnya. Lantas apakah pengaruhnya bagi pelaku bisnis saat ini? Oke saya akan coba bahas satu per satu ya.


  • Bagi Pekerja/Karyawan
Suatu ketika saya harus keluar rumah untuk membeli sesuatu. Di toko itu saya menjumpai seorang karyawan yang berasal dari salah satu daerah di Jawa Tengah. Awalnya kami berbincang mengenai sebuah produk yang akan saya beli. Kemudian saya sedikit melakukan pembicaraan diluar dari jobdesk nya sebagai karyawan. Dalam pembicaraan itu dia sangat berharap agar pemerintah dapat segera menemukan obat penangkal virus ini. Karena ia khawatir jika toko tempat dia bekerja harus ditutup maka dia tidak bisa lagi mengirimkan uang untuk keluarganya yang ada di rumah. Jika belum menikah dan tidak memiliki tanggungan apapun mungkin tidak akan terlalu terasa. Tapi jika sudah menikah dan memiliki banyak tanggungan? Wah sangat repot pastinya.

Untuk melewati masa krisis tentu bukan sebuah perkara yang sangat mudah. Dari kisah diatas, saya belajar bahwa masih banyak warga yang menggantungkan hidupnya pada satu sektor. Apalagi jika tidak memiliki keahlian tertentu. Dan kenyataannya pada saat ini banyak cafe atau toko yang berskala lokal memilih tutup entah karena anjuran pemerintah atau menurunnya demand dari konsumen. Tentu saja kondisi ini menjadi sebuah hal yang tidak menyenangkan bagi pekerja. Mereka seolah-olah berada di dalam uncertainty condition. Kondisi mereka semua bergantung pada pemilik modal perusahaan asal mereka.


  • Bagi Pemilik Usaha/Pemodal
Sebagai seorang pengajar, saya sangat senang apabila mahasiswa saya ingin menjadi seorang pengusaha jika nanti sudah lulus. Mengapa demikian? Setidaknya dia bisa menghidupi orang lain yang bekerja untuknya. Dia bisa mandiri, dan tentunya bisa berinovasi sesuai dengan yang menjadi minat serta keahlian yang dimilikinya. Namun yang saya khawatirkan adalah seberapa kuat mereka akan mampu bertahan dalam kondisi krisis seperti ini? 

Sebagai pemilik usaha, mereka memiliki tanggungan yang cukup besar. Tanggungan mereka tidak sedikit lho. Harus membayar biaya karyawan adalah salah satu kewajiban yang harus mereka penuhi. Selain itu biaya utang juga harus diperhatikan. Jangan sampai agunan anda hilang begitu saja. Terutama bagi perusahaan-perusahaan yang baru saja berdiri dan belum memiliki track record yang kuat dalam sebuah industri. 



Dalam obrolan saya dengan beberapa teman dalam sebuah grup WA, menceritakan bahwa banyak perusahaan yang terpaksa me-layoff karyawannya dengan alasan efisiensi dalam masa virus Covid 19 ini. Alasannya yang banyak terjadi adalah tingkat demand yang rendah. Dan menjadi hal yang wajar bagi perusahaan untuk melakukan efisiensi. Daripada terus melakukan aktivitas operasional yang malah menjadi beban perusahaan.


Chaos 98 akankah terulang lagi?

Saya menemukan betapa chaos nya kondisi perekonomian Indonesia pada tahun 1998 ketika harus menghadapi masa krisis ekonomi yang cukup besar. Terutama dari sektor riil. Dari buku Panangian Simanungkalit "Bisnis Properti Menuju Crash Lagi?" menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia yang hancur pada tahun itu. Perbankan dan property menjadi beberapa sektor industri yang sangat terpukul dengan kondisi krisis tersebut. Lantas apakah hubungannya dengan kondisi saat ini? Padahal kasusnya berbeda. Dan apakah kejadian tersebut dapat terjadi kembali pada saat ini? Jawaban saya, iya.
.
.
.
(lanjut di tulisan berikutnya ya...:D)




ADA APA DENGAN THR? (Sebuah Filosofi Sistem Manajemen Kinerja)

Hi, lama banget laman blog ini sepi hahahaha. Oke, kali ini saya coba ramaikan lagi ya. Sama seperti yang sedang ramai dibicarakan diluar sa...