.
.
(lanjutan dari postingan sebelumnya)
Chaos 98 akankah terulang lagi?
Saya menemukan betapa chaos nya kondisi perekonomian
Indonesia pada tahun 1998 ketika harus menghadapi masa krisis ekonomi yang
cukup besar. Terutama dari sektor riil. Dari buku Panangian Simanungkalit
"Bisnis Properti Menuju Crash Lagi?" menggambarkan kondisi
perekonomian Indonesia yang hancur pada tahun itu. Perbankan dan property
menjadi beberapa sektor industri yang sangat terpukul dengan kondisi krisis
tersebut. Lantas apakah hubungannya dengan kondisi saat ini? Padahal kasusnya
berbeda. Dan apakah kejadian tersebut dapat terjadi kembali pada saat ini?
Jawaban saya, iya.
Dari kondisi yang saat ini terjadi bagi karyawan ataupun
pemilik modal dapat menjadi gambaran awal mengenai siklus krisis. Penyebaran
Covid 19 yang sangat cepat menjadi suatu hal yang menakutkan bagi siapapun. Termasuk
bagi pemilik usaha. Terutama bagi mereka
yang bergerak di sektor pariwisata dan jasa hospitality. Mau tidak mau dan cepat
atau lambat mereka harus menutup gerai mereka untuk satu periode tertentu. Disinilah
dilema itu muncul. SIapapun pasti berharap agar dapat terhindar dari virus ini.
Namun disisi lain mereka harus tetap bekerja agar tetap bisa hidup. Begitupun
juga dengan pemilik usaha. Urusan kantong wajar jika masih menjadi prioritas
mereka, namun untuk saat seperti ini urusan keselamatan tentu menjadi sesuatu
yang harus terus diprioritaskan.
Namun pertanyaannya adalah sampai kapan mereka harus menutup
usahanya? Sebagai masyarakat awam kita mungkin dapat menjawab sampai wabah ini dinyatakan
selesai dan kondisi sudah pulih seperti sediakala. Jawaban yang sangat simple.
Namun dari jawaban tersebut tidak ada satupun yang dapat memberikan kepastian
kapan kondisi ini akan kembali normal. Inilah yang dimaksud uncertainty
condition. Kondisi yang penuh ketidakpastian karena belum adanya jaminan
kapan semuanya akan kembali ke masa-masa seperti dulu. Tentu saja ini akan
menjadi ancaman baru bagi karyawan. Akan ada ancaman layoff secara masif.
Ini adalah contoh kesulitan pertama dari kasus ini.
Oke saya lanjutkan lagi untuk kesulitan kedua. Jika kondisi
ini akan terus menerus terjadi, maka tidak mungkin akan banyak usaha di
Indonesia yang akan gulung tikar. Pemilik modal tidak dapat lagi membayarkan
utang dan kewajibannya kepada debitur. Apalagi mengingat nilai rupiah terhadap US
dolar juga terus meningkat. Jika memang terjadi pailit, mungkin pihak kreditur
akan menyerahkan jaminan atau agunan nya kepada debitur untuk dilakukan proses
lelang. Namun permasalahannya untuk melakukan proses lelang tidaklah mudah.. Jika
agunan susah dilelang, malah akan menjadi beban bagi debitur. Sehingga ini akan
menjadi ancaman tersendiri bagi pihak debitur dan kreditur.
Apakah akan sampai berhenti disini? Tidak. Apabila kesulitan
tersebut hanya terjadi pada 1 perusahaan saja, saya rasa tidak masalah. Namun
bagaimana jika terjadi pada banyak perusahaan? Tentu akan berpengaruh pada industri
lainnya. Dan inilah yang akan menjadi sebuah ancaman terbesar dari kasus ini. Seburuk-buruknya
pemikiran saya, jika kondisi ini tidak segera teratasi maka tidak mungkin akan
terjadi chaos yang cukup besar pada masyarakat. Dan pemerintah pun akan mengalami kesulitan
untuk menenangkannya. Tentu saja hal ini sungguh tidak menyenangkan. Karena jika kondisi suatu negara terus akan chaos maka tidak mungkin akan banyak investor yang mencabut modal usaha nya dari Indonesia. Dengan kata lain perusahaan akan menutup produksinya dari sini dan akan terjadi layoff yang cukup besar.
Lets support them!
Lewat tulisan di blog saya ini, tentunya saya tidak menyalahkan
siapapun. Saya yakin bahwa pemerintah jauh lebih memahami cara penanganan krisis
kesehatan ini agar tidak berpindah ke krisis keuangan dan ekonomi. Saya juga sangat
mengapresiasi tenaga medis yang telah banyak berkorban bagi pasien Covid 19. Kunci
dari permasalahan ini adalah pada kesadaran kita sebagai warga. Saya yakin bahwa
kita sudah sering mendengar tentang betapa bahayanya virus ini bagi kehidupan
manusia. Pemerintah telah memberikan beberapa larangan. Ada yang tahu dan mematuhinya.
Ada yang tahu namun tetap melanggar. Namun ada yang memang tidak tahu.
Kondisi ini tidak hanya saja dialami oleh Indonesia saja. Namun juga oleh negara-negara lainnya. PBB melalui laman resmi International Labor Organization memberikan prediksi akan ada 24 juta orang terancam kehilangan pekerjaan akibat pandemi ini. Tidak bisa dipungkiri, pandemi COVID 19 telah membuat banyak sekali bisnis tertekan, bahkan pemerintah di beberapa negara telah berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah adanya PHK.
Dalam laporannya bahwa efek pandemi COVID 19 akan membuat 8,8 – 35 juta orang bekerja di bawah status kemiskinan di akhir tahun 2020. Meskipun masih menjadi prediksi dari ILO, namun tentunya angka ini jauh meningkat dibandingkan dengan perkiraan asli untuk tahun 2020 jika tidak ada pandemi COVID 19, yang memproyeksikan adanya penurunan sebanyak 14 juta di seluruh dunia. Hilangnya pekerjaan juga berarti hilangnya pendapatan bagi para pekerja.
Kondisi ini tidak hanya saja dialami oleh Indonesia saja. Namun juga oleh negara-negara lainnya. PBB melalui laman resmi International Labor Organization memberikan prediksi akan ada 24 juta orang terancam kehilangan pekerjaan akibat pandemi ini. Tidak bisa dipungkiri, pandemi COVID 19 telah membuat banyak sekali bisnis tertekan, bahkan pemerintah di beberapa negara telah berjanji akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah adanya PHK.
Dalam laporannya bahwa efek pandemi COVID 19 akan membuat 8,8 – 35 juta orang bekerja di bawah status kemiskinan di akhir tahun 2020. Meskipun masih menjadi prediksi dari ILO, namun tentunya angka ini jauh meningkat dibandingkan dengan perkiraan asli untuk tahun 2020 jika tidak ada pandemi COVID 19, yang memproyeksikan adanya penurunan sebanyak 14 juta di seluruh dunia. Hilangnya pekerjaan juga berarti hilangnya pendapatan bagi para pekerja.
Terkadang menjadi sebuah dilema bagi siapapun yang sampai
saat ini harus tetap bekerja diluar rumah. Disatu sisi, siapapun pasti berharap
agar dapat terhindar dari pandemi ini. Disisi lain mereka harus tetap bekerja
agar tetap bisa hidup. Namun coba deh kita sama-sama gak keluar dan menerapkan
apa yang sudah diperintahkan oleh pemerintah selama 2 minggu untuk tidak
kemana-mana. Mungkin tingkat penyebaran akan dapat ditekan. Pasti anda akan
mulai bertanya, “jika saya tidak kerja selama 2 minggu saya mau makan apa?”
Saya mungkin hanya dapat menjawab itulah pentingnya dana cadangan (seperti tulisan
saya di blog sebelumnya).
So guys, kunci dari permasalahan ini sebenarnya ada diri
kita masing-masing. Covid 19 bukan hanya sekedar menjadi ancaman di sektor
kesehatan saja. Kita tidak sedang berbicara mengenai krisis kesehatan saja.
Jika dibiarkan akan dapat menimbulkan spill over ke krisis ekonomi, social,
dan sektor keuangan. Bahkan tidak menutup kemungkinan krisis ekonomi pada 1998
atau minimal seperti 2008-2009 akan terjadi lagi. Di mana pada saat itu banyak bank
dan lembaga keuangan mengalami kebangkrutan.
Jika kamu adalah orang yang peduli dan ingin semuanya ini
berakhir cepat, bantu share kepada orang lain yang mungkin belum memahaminya.
Terima kasih.